Politica News – Rusia secara tegas menolak segala bentuk kemerdekaan Taiwan dan menyatakan dukungan penuh kepada China untuk menjaga kedaulatan serta keutuhan wilayahnya. Pernyataan ini disampaikan di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di Asia Timur, yang berpotensi memicu eskalasi konflik dan mengancam stabilitas regional.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, dalam pernyataannya kepada kantor berita TASS pada hari Minggu, menegaskan bahwa posisi Moskow mengenai Taiwan sangat jelas, konsisten, dan telah berulang kali ditegaskan di tingkat tertinggi pemerintahan. "Rusia mengakui Taiwan sebagai bagian integral dari China dan menentang segala bentuk kemerdekaan bagi pulau tersebut," kata Lavrov, menggarisbawahi komitmen teguh Moskow terhadap kebijakan "satu China" yang telah lama dianut.

Lavrov menambahkan bahwa Rusia memandang isu Taiwan sebagai urusan internal Republik Rakyat China (RRT), sebuah prinsip fundamental dalam hubungan internasional. Menurutnya, Beijing memiliki dasar hukum yang kuat untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorialnya dari setiap bentuk ancaman atau intervensi eksternal. Rusia juga akan mendukung China dalam upaya melindungi persatuan nasionalnya, merujuk pada perjanjian persahabatan Rusia-China yang ditandatangani pada 2001 dan diperpanjang kembali pada 2021 untuk lima tahun ke depan, sebagai landasan kerja sama strategis kedua negara.

Related Post
Namun, fokus Lavrov tidak berhenti pada Taiwan. Ia juga mengalihkan perhatiannya ke Jepang, mengkritik kebijakan keamanan Tokyo yang dinilainya telah "menempuh jalur militerisasi yang dipercepat." Langkah ini, menurut Lavrov, bukan hanya berisiko tinggi bagi stabilitas kawasan, tetapi juga dapat memicu perlombaan senjata yang tidak diinginkan, menciptakan ketidakpastian di antara negara-negara tetangga.
Pernyataan Lavrov tentang Jepang muncul di tengah memanasnya hubungan Beijing dan Tokyo yang telah berlangsung sejak 7 November. Ketegangan meningkat setelah Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menyebut kemungkinan serangan China ke Taiwan sebagai situasi yang mengancam kelangsungan hidup Jepang. Komentar tersebut memicu reaksi keras dari China, termasuk imbauan pembatasan perjalanan dan pemberlakuan kembali larangan impor makanan laut Jepang sebagai bagian dari langkah balasan diplomatik. Kabinet Jepang sendiri baru saja menyetujui rancangan anggaran pertahanan terbesar dalam sejarah, senilai 9,04 triliun yen atau sekitar 58 miliar dolar AS, untuk tahun fiskal 2026, sebuah langkah yang kembali menuai kecaman tajam dari Beijing.
Sikap tegas Rusia ini, yang disuarakan oleh Lavrov, tidak hanya menegaskan kembali aliansi strategisnya dengan China tetapi juga mengirimkan sinyal kuat kepada kekuatan regional lainnya. Di tengah pusaran ketegangan yang kian memanas, stabilitas Asia Timur kini berada di ujung tanduk. Setiap keputusan dan langkah yang diambil oleh para aktor geopolitik di kawasan ini akan memiliki dampak yang luas, menuntut kehati-hatian dan diplomasi yang matang agar tidak menyeret wilayah ini ke dalam jurang konflik yang lebih dalam, dengan konsekuensi kemanusiaan yang tak terbayangkan.










Tinggalkan komentar