Politica News – Mantan pegawai ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), Laras Faizati, akhirnya mengungkap alasan di balik postingan kontroversial yang menyerukan pembakaran Mabes Polri. Pengakuan mengejutkan ini terungkap dari keterangan kuasa hukumnya, Abdul Gafur Sangadji, seusai pemeriksaan kliennya di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/9/2025).
Sangadji menjelaskan, Laras menyampaikan kepada penyidik bahwa postingan tersebut dilatarbelakangi oleh demonstrasi besar-besaran yang terjadi sehari setelah meninggalnya seorang pengemudi ojek online pada 29 Agustus lalu. "Mbak Laras menceritakan latar belakang postingannya. Ia mengambil foto Gedung ASEAN, yang bersebelahan dengan Mabes Polri, menjelang sore hari," ungkap Sangadji. Foto tersebut kemudian disertai keterangan yang bernada provokatif, menyerukan pembakaran Mabes Polri.

Namun, Sangadji menekankan bahwa Laras sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan aksi anarkis. "Saat diperiksa, Laras menjelaskan bahwa motivasinya hanya untuk menyuarakan kekecewaannya sebagai warga negara Indonesia," jelas Sangadji. Pernyataan ini tentu menimbulkan pertanyaan baru, apakah ungkapan "kekecewaan" tersebut cukup untuk membenarkan tindakan yang berpotensi menimbulkan keresahan dan gangguan ketertiban umum?

Related Post
Lebih lanjut, Sangadji juga menyampaikan bahwa Laras telah mengajukan permohonan Restorative Justice (RJ) kepada pihak kepolisian. Langkah ini diambil setelah Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, membuka peluang penyelesaian damai untuk kasus-kasus terkait aksi unjuk rasa besar-besaran di akhir Agustus lalu. Publik kini menunggu perkembangan selanjutnya dan bagaimana proses RJ ini akan berjalan. Apakah "kekecewaan" Laras akan diterima sebagai alasan yang cukup untuk menghindari proses hukum lebih lanjut? Kasus ini tentu akan menjadi preseden penting dalam penegakan hukum di Indonesia.










Tinggalkan komentar