Politica News – Gubernur Jawa Barat, yang dikenal dengan inisial KDM, baru-baru ini mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang cukup kontroversial. SE tersebut mengatur pembinaan anak-anak bermasalah di barak militer. Langkah ini, yang merupakan bagian dari program "9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat", menuai pro dan kontra di kalangan akademisi, praktisi, dan masyarakat luas. Hendarman, Analis Kebijakan Ahli Utama Kemendikbudristek dan Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, turut menyoroti polemik ini.
Salah satu poin penting yang dipertanyakan adalah legalitas SE tersebut. Sebagai sebuah surat edaran, apakah SE ini memiliki kekuatan hukum yang cukup kuat untuk dijalankan? Pasalnya, SE ini ditujukan kepada Bupati/Wali Kota se-Jawa Barat, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, untuk mengirimkan anak-anak yang terlibat tawuran, narkoba, dan kenakalan remaja lainnya ke barak militer selama 30 hari.

Dari perspektif hukum, SE memang berbeda dengan peraturan perundang-undangan. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, SE tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Daerah. SE lebih bersifat sebagai petunjuk teknis, interpretasi, sosialisasi, atau koordinasi internal. Artinya, SE tidak mengikat secara umum dan tidak memiliki sanksi hukum.

Related Post
Namun, ada beberapa argumen yang dapat membenarkan penerbitan SE dalam situasi tertentu. Penerbitan SE bisa dibenarkan jika ada keadaan mendesak, kebutuhan penafsiran peraturan yang kurang jelas, substansi yang tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral.
Pertanyaannya kemudian, apakah situasi kenakalan remaja di Jawa Barat yang begitu tinggi dianggap sebagai "kegentingan" yang memerlukan tindakan cepat dan terobosan seperti ini? Apakah KDM menilai bahwa tanpa intervensi segera, masalah ini akan semakin membesar dan sulit dikendalikan?
Lebih lanjut, pertanyaan mengenai sumber anggaran untuk program ini juga menjadi sorotan. Presiden telah menginstruksikan efisiensi anggaran, maka penggunaan APBD untuk program ini perlu dipertanyakan transparansinya dan apakah sesuai dengan prioritas anggaran daerah. Polemik ini menunjukkan perlunya diskusi publik yang lebih luas dan transparan mengenai kebijakan ini, serta pertimbangan matang atas implikasi hukum dan etisnya.










Tinggalkan komentar