Politica News – Presiden Prabowo Subianto, dalam pidato berapi-api di Kongres IV Tunas Indonesia Raya (Tidar), Sabtu (17/5/2025), mengingatkan seluruh rakyat Indonesia akan sejarah kelam negeri ini: sejarah panjang perpecahan dan adu domba. Bukan sekadar retorika, Prabowo menyampaikan pesan yang sarat makna bagi masa depan bangsa.
Dengan nada yang menghindari kecurigaan berlebihan terhadap bangsa lain, Prabowo justru mengajak refleksi diri. Ia menyatakan, "Saudara-saudara, saya tidak mau mengajak kita curiga atau benci sama bangsa asing, tidak. Tidak mungkin, kita harus belajar." Namun, di balik seruan untuk menghindari xenofobia, tersimpan peringatan tajam.

Indonesia, negara yang kaya raya dan berdaulat, menurut Prabowo, memiliki sejarah yang diwarnai upaya adu domba berulang. "Tapi kita harus sadar bahwa Indonesia yang demikian besar, demikian kaya. Sejarah kita selalu diadu domba, dipecah belah. Suku sama suku, agama sama agama, kadang-kadang agama yang satu pun dipecah belah," tegasnya dengan mimik serius.

Related Post
Pidato yang awalnya diawali dengan nada santun dan mengajak refleksi, berubah menjadi peringatan yang tajam dan mengena. Prabowo mengingatkan bahwa perpecahan bisa berasal dari mana saja, baik antar suku, agama, bahkan dalam satu agama sendiri. Pesan ini tampaknya diarahkan untuk mencegah terulangnya sejarah kelam perpecahan bangsa.
Di akhir pidatonya, Prabowo menunjukkan sisi humanisnya dengan berkelakar tentang waktu yang menjelang magrib. "Saya tidak akan panjang lebar, saudara-saudara bosen dengar pidato saya. Bukan soal kopi, ini sudah mau magrib. Untung sudah dekat magrib, jadi saya enggak usah panjang-panjang," ujarnya, disambut tawa hadirin. Namun, di balik kelakar itu, tersimpan pesan yang mendalam: waspada dan jaga persatuan Indonesia.










Tinggalkan komentar