Politica News – Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja memamerkan tumpukan uang tunai senilai Rp 11,8 triliun. Jumlah fantastis ini merupakan hasil sitaan dari kasus dugaan korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan Wilmar Group periode 2021-2022. Bayangkan, uang sebanyak itu bisa digunakan untuk apa saja? Ruangan konferensi pers nyaris penuh sesak oleh tumpukan uang kertas tersebut, sebuah pemandangan yang jarang terjadi dan menimbulkan pertanyaan besar bagi publik.
Lima perusahaan terafiliasi Wilmar Group, yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia, menjadi terdakwa dalam kasus ini. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menariknya, para terdakwa korporasi ini sebelumnya telah diputus lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun, Kejagung tak tinggal diam dan mengajukan kasasi. Kasus ini masih dalam proses pemeriksaan kasasi di tingkat lebih tinggi.

Related Post
Besarnya kerugian negara, mencapai Rp 11.880.351.802.619, dihitung berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan laporan kajian analisis keuntungan ilegal serta kerugian perekonomian negara dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Angka ini sungguh mengguncang dan menyoroti betapa besarnya potensi kerugian yang diakibatkan oleh korupsi di sektor perkebunan sawit. Publik pun menanti dengan harap-harap cemas kelanjutan proses hukum ini dan berharap keadilan benar-benar ditegakkan. Mungkinkah uang tersebut dapat dikembalikan sepenuhnya kepada negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat? Pertanyaan ini masih menjadi teka-teki yang perlu dijawab oleh proses hukum yang sedang berjalan.
Tinggalkan komentar