Mahasiswa Gugat UU TNI, Minta Ganti Rugi Fantastis!

Mahasiswa Gugat UU TNI, Minta Ganti Rugi Fantastis!

Politica News – Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyisakan kejutan. Dari 11 perkara yang diajukan, sebagian besar berasal dari mahasiswa berbagai kampus di Indonesia. Namun, satu gugatan menarik perhatian karena petitumnya yang dinilai hakim MK diluar kebiasaan.

Sebanyak 10 perkara dari 11 perkara yang diajukan akan diperbaiki pemohon, sementara satu perkara lainnya dicabut. Para hakim memberikan waktu hingga 14 hari, tepatnya tanggal 22 Mei 2025, untuk perbaikan berkas, meliputi dalil permohonan, penyusunan berkas, pertimbangan, penjabaran materi permohonan, legal standing, hingga petitum. Perbaikan harus diserahkan dalam bentuk hardcopy dan softcopy.

Mahasiswa Gugat UU TNI, Minta Ganti Rugi Fantastis!
Gambar Istimewa : pict.sindonews.net

Gugatan yang mengejutkan diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam. Mereka, Risky Kurniawan, Albert Ola Masan Setiawan Muda, Otniel Raja Maruli Situmorang, dan Jamaluddin Lobang, mengajukan petitum primair dan alternatif. Yang mengejutkan adalah petitum alternatifnya. Mereka meminta MK menyatakan UU TNI inkonstitusional dan menuntut ganti rugi fantastis: Rp50 miliar kepada DPR RI, Rp25 miliar kepada Presiden RI, dan Rp5 miliar kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR. Seluruh uang ganti rugi tersebut diminta disetorkan ke kas negara.

COLLABMEDIANET

Tak hanya itu, mereka juga meminta denda paksa (dwangsom) harian jika putusan MK tidak dijalankan. Besarannya pun tak kalah fantastis: Rp25 miliar per hari untuk DPR, Rp12,5 miliar per hari untuk Presiden, dan Rp2,5 miliar per hari untuk Baleg DPR.

Reaksi hakim MK pun cukup tegas. Hakim Enny Nurbaningsih menilai permintaan ganti rugi tersebut tidak lazim, tidak sesuai hukum acara, dan di luar kewenangan MK. "Ini kan ada yang meminta Mahkamah menghukum Presiden dan Baleg dan seterusnya, itu tak lazim, tak sesuai hukum acaranya di MK dan bukan kewenangannya di MK," tegasnya. Sidang pun menjadi sorotan karena tuntutan ganti rugi yang dianggap berlebihan dan tidak berdasar hukum acara yang berlaku di MK. Perbaikan berkas gugatan pun menjadi krusial untuk menentukan kelanjutan perkara ini.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Tags:

Ikutikami :

Tinggalkan komentar