Sasaran Pembangunan: Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk?

Sasaran Pembangunan: Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk?

Politica News – Indeks Ketahanan Pangan (IKP) untuk pertama kalinya menjadi sasaran utama pembangunan pangan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Hal ini tertuang jelas dalam Perpres 12/2025, sebuah langkah signifikan yang menandai peningkatan prioritas isu ketahanan pangan di Indonesia. Peluncuran IKP dan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) 2025 oleh Badan Pangan Nasional pada akhir Agustus lalu semakin mengukuhkan hal tersebut.

Perubahan signifikan terlihat pada indikator IKP dan FSVA tahun ini. Jumlah indikator bertambah menjadi 12, menawarkan pengukuran yang lebih sederhana namun lebih tajam dan akurat. Salah satu perubahan penting adalah penggantian prevalensi gizi kurang dengan prevalensi stunting dalam pengukuran pertumbuhan balita. Langkah ini bertujuan untuk mengukur kerawanan pangan dan gizi kronis secara lebih komprehensif, sekaligus mendukung program pemerintah dalam penanggulangan stunting.

Sasaran Pembangunan: Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk?
Gambar Istimewa : pict.sindonews.net

Pemutakhiran indikator ini juga bertujuan memperkuat cadangan pangan, meningkatkan kualitas ketersediaan dan konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, serta menjamin keamanan pangan. Prioritas pemerintahan saat ini juga mencakup volatilitas harga pangan, kualitas makanan, dan ketersediaan protein dan energi dari sumber pangan lokal. IKP, yang mencakup tiga aspek krusial (ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan), menjadi alat ukur penting capaian pembangunan ketahanan pangan, kinerja daerah, dan penentuan prioritas pembangunan. Baik pemerintah pusat maupun daerah sama-sama memiliki kepentingan besar terhadap IKP. Bagi pemerintah pusat, IKP berfungsi sebagai alat evaluasi dan pemetaan capaian ketahanan pangan di seluruh wilayah. Sementara bagi daerah, IKP menjadi acuan penting dalam menentukan prioritas intervensi program untuk meningkatkan status ketahanan pangannya.

COLLABMEDIANET

Data menunjukkan perbaikan kondisi ketahanan pangan pada 2025 dibandingkan 2024. Jumlah kabupaten/kota yang rentan terhadap rawan pangan menurun dari 92 (17,9%) menjadi 81 (15,76%), sementara jumlah kabupaten/kota yang tahan pangan meningkat dari 422 (82,1%) menjadi 433 (84,24%). Namun, tantangan masih ada. Wilayah timur Indonesia, daerah 3TP (terdepan, terluar, tertinggal, perbatasan), dan wilayah kepulauan masih menjadi area rawan pangan. Papua Pegunungan bahkan seluruhnya masuk kategori rentan rawan pangan, sementara NTT memiliki jumlah kabupaten/kota rentan rawan pangan terbanyak (18). Wilayah-wilayah ini umumnya memiliki rasio konsumsi pangan tinggi, cadangan beras rendah, ketersediaan protein hewani rendah, prevalensi kekurangan gizi tinggi, dan keamanan pangan rendah. Untuk meningkatkan status ketahanan pangan, intervensi program harus diprioritaskan pada lima indikator berkinerja rendah tersebut. Pertanyaan besarnya adalah: apakah pemerintah mampu mengatasi tantangan ini dan memastikan ketahanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia?

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Tags:

Ikutikami :

Tinggalkan komentar