Jakarta–Politicanews: Pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing tiba di Jakarta, Sabtu (24/4) untuk menghadiri ASEAN Leaders’ Meeting (ALM) di Gedung Sekretariat ASEAN Jakarta.
Ini adalah kali pertamanya bagi Jenderal Min Aung Hlaing melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri.
Mengutip keterangan Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Panglima Militer Myanmar itu tiba di Bandara Soekarno Hatta pukul 11.00 wib.
Sang jenderal disambut oleh Duta Besar Myanmar untuk Republik Indonesia Ei Ei Khin Aye dan Kepala Protokol Negara (KPN) Andy Rachmianto.
Jenderal Min dan delegasi kemudian digiring ke ruang pemeriksaan kesehatan di Bandara Soekarno Hatta untuk melakukan serangkaian protokol kesehatan Covid-19.
Min Aung Hlaing menjadi sorotan dunia karena memimpin kudeta militer di Myanmar pada tanggal 1 Februari 2021 lalu.
Sebelum mengambil alih negara itu, militer menjemput dan menahan pemimpin Myanmar de facto Aung San Suu Kyi serta sejumlah pejabat pemerintahan lainnya.
Aung San Suu Kyi adalah pimpinan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa di Myanmar.
Kudeta militer terjadi akibat sengketa hasil pemilu pada bulan November 2020 lalu antara pemerintah sipil dengan militer.
Siapa sebenarnya sosok Jenderal Min Aung Hlaing?
Jenderal berusia 64 tahun itu telah menghabiskan seluruh karirnya di militer. Namun sebagai panglima tertinggi militer selama satu dekade terakhir, Jenderal Min juga memegang pengaruh politik yang cukup besar sebelum kudeta pada Senin, 1 Februari 2021 lalu.
Min berhasil mempertahankan pengaruhnya di Tatmadaw, jajaran militer di Myanmar, bahkan setelah Myanmar bertransisi menjadi negara demokrasi sekalipun.
Min pernah mendapat kecaman serta sanksi internasional atas dugaan perannya dalam serangan militer terhadap etnis minoritas Rohingya.
Jenderal Min merupakan mantan mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Yangon, ia kemudian masuk ke Akademi Layanan Pertahanan setelah dua kali gagal, dan berhasil di kali ketiga pada tahun 1974.
Prajurit yang relatif pendiam dan sederhana ini terus mendapatkan promosi reguler dan karirnya terus menanjak hingga akhirnya menjadi komandan Biro Operasi Khusus-2 pada tahun 2009.
Min berperan mengawasi operasi militer di timur laut Myanmar, yang menyebabkan puluhan ribu pengungsi etnis minoritas Rohingnya melarikan diri.
Namun, terlepas dari tuduhan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran yang dilakukan pasukannya, toh karir Min Aung Hlaing terus menanjak dan pada Agustus 2010 ia menjadi kepala staf gabungan.
Kurang dari setahun, ia kemudian dipilih menduduki jabatan tertinggi militer. Ia menggantikan pemimpin lama Than Shwe sebagai panglima tertinggi pada Maret 2011.
Min Aung Hlaing memulai masa jabatannya sebagai panglima militer ketika Myanmar tengah melakukan transisi ke demokrasi pada tahun 2011, setelah beberapa dekade di bawah pemerintahan militer.
Pengaruh politik Min dan kehadirannya di media sosial meningkat pesat ketika Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan (USDP) yang didukung militer memimpin pemerintahan.
Pada tahun 2016, ketika Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi berkuasa, dia tampaknya mencoba beradaptasi dengan tampil di acara-acara publik bersama pemimpin de facto Myanmar itu.
Namun begitu, jajaran militer Myanmar yang dinamakan Tatmadaw tetap mempertahankan 25 persen kursi di parlemen dan jabatan penting di kabinet terkait keamanan. Seolah menolak upaya NLD mengubah konstitusi dan membatasi kekuatan militer.
Min Aung Hlaing pun berhasil mempertahankan pengaruhnya di Tatmadaw, bahkan setelah Myanmar bertransisi menjadi negara demokrasi sekalipun.
Pemilu November 2020 mencatat kemenangan besar bagi NLD. Namun Tatmadaw dan USDP yang didukung militer, berulang kali menolak hasil tersebut.
USDP menuding adanya kecurangan pemilu yang meluas, namun klaim itu ditampik oleh komisi pemilihan umum sebelum sidang parlemen untuk memastikan pemerintahan baru yang rencananya digelar pada hari Senin, 1 Februari 2021.
Namun, pada Senin 1 Februari 2021 dini hari, Tatmadaw menahan Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin senior lainnya. Mereka kemudian memberlakukan keadaan darurat selama setahun ke depan.
Min Aung Hlaing mengambil alih kekuasaan negara untuk periode ini dalam kapasitasnya sebagai panglima tertinggi.
Setelah itu, protes dan gelombang demonstrasi menolak militer kembali berkuasa, menjadi pemandangan sehari-hari di Myanmar. Tidak sedikit korban luka bahkan korban jiwa jatuh dari kalangan kontra militer di negara tersebut.
ASEAN Leaders’ Meeting yang dilaksanakan di Jakarta hari ini, Sabtu (24/4) adalah upaya negara-negara ASEAN mencari solusi bagi konflik sipil-militer di Myanmar, dan Indonesia merupakan inisiator agenda tersebut. (it)