Sosok Herman Lantang, Sahabat Soe Hok Gie Itu Pergi

Selain Soe Hok Gie, sosok aktivis lain Mahasiswa Pecinta Lingkungan Universitas Indonesia (Mapala UI) adalah Herman Lantang. Ia merupakan salah satu pendiri Mapala UI bersama temannya, “Gie” yang gugur saat pendakian Semeru.

Herman bukanlah sosok yang suka menonjolkan diri. Pemilik nomor anggota Mapala M 016 UI ini, dikenal rendah hati. Karena itu, sampai sebelum film biografi “GIE” muncul di layar perak, tak banyak orang yang tahu keberadaannya, kecuali di kalangan komunitas pecinta alam.

Setali tiga uang dengan Gie, Herman juga melihat politik sebagai sesuatu yang kotor. “Politik tai kucing”, kata Herman. Seperti juga sahabatnya, Gie, dalam catatan hariannya, yang kemudian dibukukan dan dicetak oleh LP3ES dengan judul “Catatan Seorang Demonstran”, Gie menulis bahwa politik itu kotor.

Waktu mendirikan Mapala, Herman adalah mahasiswa jurusan Antropologi Fakultas Sastra UI. Ia pernah menjabat ketua senat Fakultas Sastra UI pada tahun 60-an. Ia juga pernah menjabat sebagai ketua Mapala UI tahun 1972-1974.

Bersama Gie, Herman terlibat demonstrasi mahasiswa UI untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno setelah peristiwa G30 S PKI dan pada masa Tritura.

Herman lahir pada 2 Juli 1940 di sebuah kota kecil di Tomohon Sulawesi Utara. Nama baptisnya, Herman Onesimus Lantang.

Kegemarannya pada alam diturunkan dari sang ayah yang merupakan seorang tentara. Waktu kecil, Herman sering diajak ayahnya keluar masuk hutan Tomohon untuk berburu. Dari situlah, kecintaannya terhadap dunia petualangan mulai tumbuh.

Setamat sekolah dasar, dulu bernama Europeesche Lagere School SR GMIM 4, Herman melanjutkan ke SMPK Tomohon. Ia kemudian pindah ke ibukota ikut bersama orangtuanya karena pindah tugas. Di Jakarta, Herman sekolah di SMA 1 Budi Utomo pada tahun 1957.

Selepas itu, ia mencoba peruntungan masuk UI dengan seleksi yang ketat waktu itu, dan lulus.

Saat di kampus, Herman tidak mengikuti jejak kawan-kawan seangkatannya yang lebih banyak memilih jalur politik praktis untuk mencapai kemapanan. Ia dan beberapa orang kawannya justru lebih memilih alam sebagai media pengembangan diri.

Menurut dia, hanya di alam bebaslah kita bisa mengenal karakter asli masing-masing. Tak ada yang tersembunyi. Di alam, rasa solidaritas terpupuk dengan baik.

Selepas kuliah, Herman malah tak bekerja sesuai jurusan digeluti: antropologi. Jiwa petualangan membawanya bekerja di beberapa perusahaan pengeboran minyak ternama, seperti Oilfield all part of Indonesia, East Malaysia Egypt, hingga Australia East Texas USA.

Namun, di perusahaan-perusahaan itu Herman malah lebih dikenal sebagai ‘Mud Doctor’ alias ahli menangani masalah lumpur di pengeboran minyak bumi. Meski pekerjaannya tak linier dengan fakultas sastranya di UI tapi bukan berarti ia tak serius menggeluti pekerjaannya. Ia sempat mengenyam pendidikan singkat di Houston Texas pada 1974, studi yang dia ambil tentang “Mud School”.

Pensiun dari perusahaan minyak, Herman lebih banyak menghabiskan sisa hidupnya di rumah. Ia membuka toko kue dengan nama “Kelapa Tiga Tart Tempo Doeloe”. Ia menjual aneka kue klasik yang sulit ditemukan di Jakarta. Sesekali ia pun masih menjadi pembicara pada sejumlah seminar.

Kini Herman telah pergi, ia berpetualang ke tempat yang lebih jauh, menyusul temannya Soe Hok Gie. Ia meninggal dunia pada Senin, 22 Maret 2021 di RSUD Tangerang Selatan pada usia 80 tahun. Selamat jalan petualang (it)

Tinggalkan Balasan