Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono
JAKARTA–Politicanews: Dualisme kepengurusan yang dialami Partai Demokrat saat ini disebut-sebut mirip dengan yang pernah terjadi terhadap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di tahun 2008, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika itu menjadi Presiden RI.
Apa yang dilakukan SBY saat itu?
Menurut Menko Polhukam Mahfud Md, SBY juga hanya diam dan tidak melakukan tindakan apa-apa terkait dualisme PKB antara kepengurusan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) vs Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
“Pak SBY juga tidak melakukan apa-apa. Dibiarkan, serahkan ke pengadilan. Akhirnya pengadilan yang memutus. Jadi sama, kita dan yang akan datang, pemerintah nggak boleh (ketika) ada orang internal (parpol) lalu ribut mau dilarang. Seharusnya partai sendiri yang solid di dalam jangan sampai pecah,” demikian kata Mahfud.
Mahfud Md seolah ingin menegaskan bahwa pemerintahan Joko Widodo juga tidak ingin mengintervensi konflik internal sebuah partai politik, yang saat ini kebetulan menimpa Partai Demokrat. Hal itu dilakukan semata-mata demi menghormati hukum. Sebagaimana juga pernah dilakukan SBY saat menjadi Presiden.
Pernyataan Menkopolhukam, dilontarkan lantaran DPP Partai Demokrat minta pemerintah turun tangan mengatasi konflik internal partai tersebut sehingga berujung Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara yang memilih Ketua Umum Moeldoko.
Saat terjadi dualisme di tubuh PKB, SBY sama sekali tidak menegur Menteri Hukum dan HAM saat itu yang dijabat Andi Mattalatta, agar tidak mengintervensi internal PKB dengan melakukan korespondensi dengan kubu Ancol atau kelompok Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Korespondensi waktu itu juga sempat dilakukan oleh DPP PKB Muhaimin Iskandar ke Depkumham dan KPU tanpa tanda tangan Gus, padahal seharusnya ada. Tapi semua dibiarkan terjadi oleh pemerintah waktu itu.
Ini membuktikan bahwa apabila ada masalah internal partai seperti yang terjadi pada Partai Demokrat sekarang, pemerintah dihadapkan pada keputusan sulit untuk bersikap.
Secara opini bisa saja orang mengatakan ini tidak sah atau ini yang sah. Tapi secara hukum tidak bisa semudah itu, sebelum ada data dan dokumen yang diserahkan ke pemerintah dan dipelajari. Itu pula yang terjadi saat konflik internal dialami PKB di era SBY.
Sekadar mengingatkan, berikut kronologi terjadinya dualisme di PKB di era pemerintahan Presiden SBY:
26 Maret 2008
Rapat gabungan Ketua DPP PKB, membahas isu Muktamar Luar Biasa yang dinilai bakal menggoyang Gus Dur dari Ketua Umum Dewan Syuro PKB. Rapat berujung dicopotnya Muhaimin Iskandar dari jabatan Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB.
14 April 2008
PKB Muhaimin mengajukan gugatan ke PN Jakarta Selatan, menggugat Ketua Dewan Syuro PKB Gus Dur atas pemecatan dirinya. Sekjen PKB Muhaimin, Lukman Edy juga menggugat Gus Dur karena tidak terima dipecat.
April-1 Mei 2008
PKB kubu Gus Dur menggelar MLB di Ponpes Al-Ashriyyah, Parung, Bogor dan memutuskan Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro PKB. Ali Masykur Musa menggantikan Muhaimin sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz, dan Yenny Wahid tetap sebagai Sekjen.
2-4 Mei 2008
Giliran PKB Muhaimin menggelar MLB di Hotel Mercure Ancol yang memutuskan Muhaimin sebagai Ketua Umum PKB. KH Aziz Mansyur sebagai Ketua Dewan Syuro, dan Lukman Edy sebagai Sekjen.
30 Mei 2008
PKB kubu Parung dipimpin Ketua Umum, Ali Masykur Musa, melaporkan Lukman Edy ke Mabes Polri atas tuduhan tindak pidana melakukan pemalsuan jabatan padahal telah diberhentikan.
9 Juli 2008
Muhaimin Iskandar dan Yenny Wahid menjadi perhatian saat acara pengambilan nomor urut parpol peserta Pemilu 2009 di kantor KPU Jakarta. Keduanya sempat berebut nomor urut, namun kemudian mengangkatnya bersama-sama.
18 Jul 2008
Kasasi PKB Gus Dur di MA terkait konflik PKB ditolak. Dalam putusan kasasi tersebut, MA memutuskan struktur kepengurusan PKB kembali ke hasil Muktamar Semarang 2005. Gus Dur tetap sebagai Ketua Umum Dewan Syura, dan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz.
Terlihat, tidak ada sama sekali campur tangan pemerintah secara langsung, dalam hal ini SBY, dalam penanganan konflik internal PKB, semua diselesaikan lewat jalur pengadilan yang berakhir di putusan Mahkamah Agung.
Sama seperti saat SBY menjadi Presiden, pemerintah saat ini tampaknya juga mempersilakan Partai Demokrat agar menyelesaikan dualisme kepemimpinan AHY dan Moeldoko ke jalur pengadilan.
Apa yang dilakukan SBY saat itu?
Menurut Menko Polhukam Mahfud Md, SBY juga hanya diam dan tidak melakukan tindakan apa-apa terkait dualisme PKB antara kepengurusan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) vs Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
“Pak SBY juga tidak melakukan apa-apa. Dibiarkan, serahkan ke pengadilan. Akhirnya pengadilan yang memutus. Jadi sama, kita dan yang akan datang, pemerintah nggak boleh (ketika) ada orang internal (parpol) lalu ribut mau dilarang. Seharusnya partai sendiri yang solid di dalam jangan sampai pecah,” demikian kata Mahfud.
Mahfud Md seolah ingin menegaskan bahwa pemerintahan Joko Widodo juga tidak ingin mengintervensi konflik internal sebuah partai politik, yang saat ini kebetulan menimpa Partai Demokrat. Hal itu dilakukan semata-mata demi menghormati hukum. Sebagaimana juga pernah dilakukan SBY saat menjadi Presiden.
Pernyataan Menkopolhukam, dilontarkan lantaran DPP Partai Demokrat minta pemerintah turun tangan mengatasi konflik internal partai tersebut sehingga berujung Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara yang memilih Ketua Umum Moeldoko.
Saat terjadi dualisme di tubuh PKB, SBY sama sekali tidak menegur Menteri Hukum dan HAM saat itu yang dijabat Andi Mattalatta, agar tidak mengintervensi internal PKB dengan melakukan korespondensi dengan kubu Ancol atau kelompok Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Korespondensi waktu itu juga sempat dilakukan oleh DPP PKB Muhaimin Iskandar ke Depkumham dan KPU tanpa tanda tangan Gus, padahal seharusnya ada. Tapi semua dibiarkan terjadi oleh pemerintah waktu itu.
Ini membuktikan bahwa apabila ada masalah internal partai seperti yang terjadi pada Partai Demokrat sekarang, pemerintah dihadapkan pada keputusan sulit untuk bersikap.
Secara opini bisa saja orang mengatakan ini tidak sah atau ini yang sah. Tapi secara hukum tidak bisa semudah itu, sebelum ada data dan dokumen yang diserahkan ke pemerintah dan dipelajari. Itu pula yang terjadi saat konflik internal dialami PKB di era SBY.
Sekadar mengingatkan, berikut kronologi terjadinya dualisme di PKB di era pemerintahan Presiden SBY:
26 Maret 2008
Rapat gabungan Ketua DPP PKB, membahas isu Muktamar Luar Biasa yang dinilai bakal menggoyang Gus Dur dari Ketua Umum Dewan Syuro PKB. Rapat berujung dicopotnya Muhaimin Iskandar dari jabatan Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB.
14 April 2008
PKB Muhaimin mengajukan gugatan ke PN Jakarta Selatan, menggugat Ketua Dewan Syuro PKB Gus Dur atas pemecatan dirinya. Sekjen PKB Muhaimin, Lukman Edy juga menggugat Gus Dur karena tidak terima dipecat.
April-1 Mei 2008
PKB kubu Gus Dur menggelar MLB di Ponpes Al-Ashriyyah, Parung, Bogor dan memutuskan Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro PKB. Ali Masykur Musa menggantikan Muhaimin sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz, dan Yenny Wahid tetap sebagai Sekjen.
2-4 Mei 2008
Giliran PKB Muhaimin menggelar MLB di Hotel Mercure Ancol yang memutuskan Muhaimin sebagai Ketua Umum PKB. KH Aziz Mansyur sebagai Ketua Dewan Syuro, dan Lukman Edy sebagai Sekjen.
30 Mei 2008
PKB kubu Parung dipimpin Ketua Umum, Ali Masykur Musa, melaporkan Lukman Edy ke Mabes Polri atas tuduhan tindak pidana melakukan pemalsuan jabatan padahal telah diberhentikan.
9 Juli 2008
Muhaimin Iskandar dan Yenny Wahid menjadi perhatian saat acara pengambilan nomor urut parpol peserta Pemilu 2009 di kantor KPU Jakarta. Keduanya sempat berebut nomor urut, namun kemudian mengangkatnya bersama-sama.
18 Jul 2008
Kasasi PKB Gus Dur di MA terkait konflik PKB ditolak. Dalam putusan kasasi tersebut, MA memutuskan struktur kepengurusan PKB kembali ke hasil Muktamar Semarang 2005. Gus Dur tetap sebagai Ketua Umum Dewan Syura, dan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz.
Terlihat, tidak ada sama sekali campur tangan pemerintah secara langsung, dalam hal ini SBY, dalam penanganan konflik internal PKB, semua diselesaikan lewat jalur pengadilan yang berakhir di putusan Mahkamah Agung.
Sama seperti saat SBY menjadi Presiden, pemerintah saat ini tampaknya juga mempersilakan Partai Demokrat agar menyelesaikan dualisme kepemimpinan AHY dan Moeldoko ke jalur pengadilan (it)