JAKARTA–Politicanews: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setuju untuk melakukan investigasi dugaan kejahatan hak asasi manusia (HAM) pada pertempuran 11 hari antara Israel dan Hamas di Gaza, Palestina, hasil forum Dewan HAM PBB, Kamis (26/5).
Namun Direktur Pusat Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia (UI) Dr. Abdul Muta’ali mengaku tidak terlalu optimistis dengan apa yang akan dilakukan PBB.
Menurut ia, selama ini PBB terbukti tidak punya pengaruh besar dalam mengatasi konflik Israel-Palestina.
“Selama mekanisme veto di PBB belum berubah, tidak akan bisa. Jadi, yang harus dilakukan oleh PBB adalah mengubah dulu mekanisme veto. Karena, ketika negara-negara anggota PBB lain melakukan kecaman, lalu muncul veto dari satu negara, maka kecaman batal. Ini tidak fair,” kata Muta’ali saat dihubungi Politicanews, Jumat (28/5).
Muta’ali mengatakan, Palestina masih akan meniti jalan panjang menuju kemerdekaan. Mungkin tidak akan dalam sepuluh tahun ke depan.
“Gencatan senjata yang dilakukan saat ini hanya untuk sementara waktu, menutup haus saja. Ke depan kedua belah pihak masih akan memerlukan banyak air, sehingga debit air yang sekarang tidak akan cukup,” kata Muta’ali bertamsil.
Menurutnya, masalah yang dihadapi Palestina sebetulnya sederhana, seperti Belanda terhadap Indonesia dulu. Penjajahan. Hanya saja, penyelesaiannya menjadi rumit.
Masing-masing Israel-Palestina punya definisi sendiri-sendiri terkait kemerdekaan, setelah solusi dua negara ditolak Israel.
Israel membolehkan Palestina merdeka dengan syarat pengungsi Palestina di berbagai negara tidak boleh pulang, Palestina tanpa Hamas, dan Palestina tanpa militer.
Sementara itu, dari sisi Palestina, mereka ingin merdeka tanpa adanya Israel.
Solusi dua negara yang pernah diajukan oleh Yordania sejatinya cukup moderat, namun ditolak oleh Israel.
“Menurut saya, solusi dua negara yang paling moderat karena Israel boleh memiliki 60 persen dari tanah Palestina. Tapi ditolak juga oleh Israel sehingga sampai sekarang terjadi deadlock luar biasa,” kata Muta’ali.
Bagaimana dengan peran negara-negara Islam?
Muta’ali sulit mengharapkan peran dari negara-negara Islam. Sebab mereka mengurusi internal negaranya sendiri saja kerepotan.
Di negara-negara ‘Arab Spring’ seperti Suriah dan Yaman, kejahatan kemanusiaan yang terjadi sesama Muslim belum terselesaikan hingga hari ini.
“Kalau di Palestina non-Muslim dengan Muslim, di Arab Spring sesama Muslim,” ungkapnya.
Di sisi lain, wajah Amerika juga belum berubah. Kalau dulu mereka menerapkan standar ganda, sekarang Amerika terang-terangan mendukung Israel.
“Amerika itu, sila pertamanya ‘keamanan Israel Raya’, sehingga sila-sila berikutnya mengikuti,” tandasnya. (it)