Moeldoko: Memahami Pertanian Lewat Mendengar dan Diskusi

Moeldoko: Memahami Pertanian Lewat Mendengar dan Diskusi

Kendati hampir separuh hidupnya dihabiskan di kemiliteran, tidak membuat karir moeldoko terhenti. justru setelah purnabakti, kegiatan si anak petani ini terus melesat, utamanya dalam mengembangkan komoditas pertanian di indonesia.

Perjalanan hidup seseorang memang tidak bisa ditebak, hanya saja dengan kerja keras dan disiplin yang tinggi maka tidak ada yang tidak mungkin. Setelah purna bakti dari kemiliteran keahlian dan kemampuan seseorang akan tetap bermanfaat, apalagi untuk kepentingan negara.

Salah satunya seperti diperlihatkan dalam perjalanan karir Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko.  Selama ini karier Moeldoko memang identik dengan pengabdiannya di TNI Angkatan Darat, dimana puncak kariernya di TNI AD adalah menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD pada 20 Mei hingga 30 Agustus 2013.

Namun selepas itu, Moeldoko lantas ditunjuk presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk naik pangkat dan menjadi panglima TNI. Alumnus Akabari angkatan 1981 ini menggantikan Laksamana Agus Suhartono saat ditunjuk sebagai orang nomor satu di TNI.

Tidak hanya puas menjadi Panglima TNI, justru setelah purna bakti dari militer, Moeldoko sempat menjajaki ranah politik praktis. Dia tercatat masuk ke dalam jajaran pengurus Partai Hanura pimpinan Oesman Sapta Odang pada 2016.

Kendati belum lama ini jabatan di Partai Hanura, sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Hanura, dilepas oleh Moeldoko. Entas skenario apa  yang akan dilakukannya, apalagi pesta demokrasi untuk memilih pemimpin di negeri ini tinggal menghitung bulan.

Tapi secara umum karir politik Moeldoko terbilang moncer, lantaran pada Pertengahan Januari 2018 lalu, mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko resmi mengemban tugas sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) menggantikan Teten Masduki.

Saat itu, Moeldoko dilantik bersama Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham yang menggantikan Khofifah Indar Parawansa. Pelantikan menteri dan pejabat setingkat menteri ini dilakukan di Istana Negara dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Nampaknya tidak hanya sukses mengembangkan karir politiknya, Moeldoko pula aktif di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), yang merupakan wadah organisasi bagi petani di Indonesiam bahkan tahun 2017 lalu, pria kelahiran Kediri 1957  ini terpilih sebagai puncak pimpinan di HKTI untuk periode 2017 sampai 2020.

Keberhasilan dirinya sebagai petani beras menghantarkannya sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Moeldoko memilih menerima sebagai Ketum HKTI periode 2017-2020 bukannya tanpa alasan, sebab dirinya menginginkan kesejahteraan masyarakat Indonesia bisa meningkat melalui kegiatan bertani.

“Saya yakinkan kehadiran HKTI dapat memberikan harapan baru kepada rakyat Indonesia dan Pemerintah Indonesia. Harapan baru bagi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan, harapan pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan dalam rangka ketahanan pangan,”kata Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, beberapa waktu lalu, kepada media massa, usai ditetapkan sebagai Ketua Umum HKTI. 

Menurutnya, keberadaan  petani membutuhkan dukungan dari multi pihak, supaya kesejahteraan hidup petani bisa meningkat. Lantaran, petani memiliki banyak persoalan, yang harus dibantu penyelesaiannya. Seperti keberadaan lahan milik petani, yang seringkali menggunakan bahan-bahan kimia, sehingga kondisi tanah mengeras.

Kondisi tanah yang mengeras ini, memerlukan dukungan dari pihak yang mengerti pengelolaan tanah sebelum penanaman dilakukan, sehingga ketika petani menanam di lahannya, akan mendapatkan hasil panen yang maksimum.

Persoalan berikutnya, petani juga sulit mengakses permodalan, akibatnya, seringkali petani berhutang kepada pengijon dengan bayaran hasil tanamannya. Alhasil, ketika panen tiba, petani tidak bisa merasakan manfaat dari hasil kerja kerasnya.

Belum lagi persoalan teknologi dan manajerial yang sangat lemah di kalangan petani, sehingga tidak memiliki kemampuan budidaya yang baik dan cenderung hanya melakukan kegiatan bertani sekedar bertahan hidup semata. Alhasil, praktek budidaya yang dilakukan petani, biasanya hanya sekedar menanam saja, tanpa menggunakan teknologi dan manajerial apapun.

Posisi petani, juga menjadi kian melemah, tatkala masa panen berlangsung. Seperti ketika memanen padi, cenderung melakukan proses panen secara manual. Alhasil, panen padi yang dilakukan secara manual tersebut, mengakibatkan adanya nilai hasil panen yang hilang (loosing harvest) sekitar 10%. “Seharusnya petani bisa menggunakan teknologi untuk membantu kegiatan bertaninya, sehingga dapat meningkatkan hasil panennya dan menekan angka kerugiannya hingga 3%,” ungkap Jenderal (Purn) Moeldoko.

sc: Majalah InfoSAWIT Edisi Juli 2018

Tinggalkan Balasan