Ketua DPRD Kota Ambon Elly Toisuta
JAKARTA–Kota Ambon telah bermetamorfosis dari konta konflik menjadi laboratorium perdamaian atau sering disebut juga City of Peace. Kota Ambon telah berubah dari daerah konflik di tahun 1999 menjadi kota yang penuh perdamaian, ungkap Ketua DPRD Kota Ambon Elly Toisuta.
Suka tidak suka, kata elly, Kota Ambon punya budaya ‘pela gandrong’ yang merupakan warisan nenek moyak orang Ambon. Pela gandong merupakan suatu sebutan yang di berikan kepada dua atau lebih negeri yang saling mengangkat saudara satu sama lain
“Jadi secara orisinil warga Ambon adalah warga yang damai, sudah dipersaudarakan oleh nenek moyang kita. Kalau dimasa lalu ada kerusuhan tentu itu hasil hasutan orang luar. Ambon disulut isu apapun tak pernah terpengaruh karena budaya ‘pela gandong’. Tapi kalau dipakai isu agama, maka segera membara seperti tahun 1999 lalu,” kata Elly saat bertandang di kantor Politicanews.id, Selasa (31/3).
Elly menceritakan trauma psikologis orang Ambon pun sudah mulai hilang secara perlahan. Saat di Kota Ambon ada warga yang mengetok tiang listrik, itu merupakan kode bahwa ada wilayah yang diserang. Begitu warga Ambon itu pindah ke Jakarta, dimana hansip atau security biasa mengetok tiang listrik sebagai penanda tiap jam, orang Ambon awalnya ikut trauma seperti di kampung.
“Sekarang sudah tidak ada lagi trauma itu, semua sudah cair,” kata Elly.
Bahkan untuk mengobati trauma perbedaan warga muslim dan kristen di Ambon, ada warga muslim yang menyekolahkan anaknya di sekolah kristen. Sebaliknya ada warga kristen yang menyekolahkan anaknya di sekolah islam, supaya trauma perbedaan rasa itu harus dihilangkan.
Dulu, kata Elly, sekat-sekat agama, budaya, suku itu masih terasa kuat, tembok-tembok perbedaan itu begitu tinggi, sekarang sudah tidak ada lagi. Warga Kota Ambon benar-benar telah menyatu.
“Bahkan saya yang muslim, terpilih dua periode, terutama di periode kedua, suara saya kebanyakan dari warga non muslim,” jelas Elly.
Menurut dia, orang kristen di Ambon sudah sangat percaya sama orang islam Ambon seperti Elly. Ini menunjukkan betapa iklim kekerabatan muslim-kristen di Ambon sudah membaik.
“Gong perdamaian di Kota Ambon, lewat Perjanjian Malino, ditambah Sumpah Persaudaraan, sehingga membuat rasa permusuhan dulu kini sudah hilang sama sekali,” tegasnya. “Mungkin ini adalah warisan ‘pela gandong’ yang diwarisi orang-orang tua kita, mereka dulu sudah membingkai rasa persaudaraan muslim dan kristen,” jelasnya.
Seperti ketika memasuki bulan Ramadhan, lanjut Elly, warga kristen Ambon bersama aparat menjaga lalu lintas agar lancar. Sebaliknya ketika Natal tiba, pemuda muslim bersama aparat berusaha menjaga kelancaran lalu lintas (de).