Jakarta–Politicanews: Kebudayaan bukan hanya sesuatu yang diwariskan, tapi kebudayaan juga harus diciptakan. Kuncinya adalah kreativitas. Kaum milenial diharapkan bisa menjadi agen kebudayaan yang bisa mendorong lahirnya kreativitas kebudayaan bangsa yang dinamis.
Demikian salah satu pembahasan yang mengemuka pada webinar bertema “Tantangan dan Strategi Kebudayaan dalam Memperkokoh Kepribadian Bangsa,” yang diselenggarakan Persatuan Alumni GMNI (PA GMNI) di Jakarta, Kamis (22/4).
Prof. Wiendu Nuryanti, mantan Wakil Menteri Pendidikan RI 2011-2014 salah satu pembicara, mengingatkan jangan sampai bangsa ini memasuki era mangkrak kreativitas, karena generasi muda kehilangan kreativitas.
“Kekuatannya ada pada generasi muda. Harapan kita kepada kaum milenial besar sekali sebagai agen kebudayaan,” kata Wiendu.
Karena itu, menurutnya generasi muda sebagai agen kebudayaan harus diberikan ruang yang lebih luas.
“Strategi kebudayaan itu mulainya harus dari the power of millennial, milenial bukan hanya dalam arti usia, tapi juga value,” tandasnya.
Sementara itu, Prof. Soetanto Soepiadhy menegaskan bahwa dalam strategi kebudayaan meniscayakan diri kita sebagai agen, bukan hanya penerima warisan. Artinya, harus kreatif.
“Bicara strategi adalah soal kreativitas,” tegasnya.
Menurutnya, dengan bersepakat menjadi agen kebudayan, seharusnya kita menciptakan kebudayaan. Namun, konsekuensinya, kata dia, bisa saja bertentangan dengan budaya lama.
Soetanto menilai, bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan ragam kebudayaan. Banyak contoh kreativitas kebudayaan kita. Namun dia menyayangkan, berbagai ragam kreativitas kebudayaan itu kini digilas oleh kapitalisme global.
“Kita harus masuk di sini. Sebab dengan begitu terjadi kemandekan, kebuntuan, bahkan pembusukan kebudayaan,” tandasnya.
Wakil Ketua MPR RI yang juga Ketua Umum PA GMNI Ahmad Basarah dalam pengantar webinar, membenarkan bahwa tantangan bangsa Indonesia saat ini, termasuk dalam hal kebudayaan adalah globalisasi.
Basarah juga menyoroti soal kegandrungan generasi sekarang dengan budaya bangsa lain seperti K-POP, narkotika, sex bebas, perkawinan sejenis, individualisme, hingga sikap tidak hormat terhadap orang tua.
Selain itu juga muncul gejala memusyrik-musyrikkan budaya bangsa sendiri seperti memusyrikkan seni kuda lumping dan sebagainya.
Situasi ini, terang Basarah, diperparah lagi dengan adanya arus globalisasi yang begitu kuat karena penetrasi internet yang sangat pesat.
Budayawan Eros Djarot menutup diskusi dengan menyarankan agar bangsa ini kembali meresapi isi Pembukaan UUD 1945. Sebab menurutnya, di sanalah termaktub kehendak kebudayaan bangsa Indonesia.
Selain pembicara di atas, hadir pula pembicara lain dalam webinar tersebut yaitu Prof. Dr. Ibnu Maryanto peneliti LIPI, Dr. Y. Argo Triwikromo akademisi Unika Atma Jaya Yogyakarta, Wayan Sudarmadja Penyantun Rumah Budaya Bedahulu Ubud Bali, serta Dr. Hilmar Farid Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (it)